Minggu, 12 Februari 2012

KONDISI MALUKU DITINJAU DARI BEBERAPA DATA STATISTIK



1.       1. Penduduk Miskin.

Data jumlah penduduk miskin dalam penyajiannya bisa saja membuat orang yang tidak memahami bisa salah kaprah mengartikannnya. Misalnya ada sebagian orang mengatakan Provinsi Maluku adalah Provinsi nomor tiga termiskin di Indonesia. Pernyataan ini benar jika dilihat dari perbandingan jumlah penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk yang ada di masing-masing Provinsi di Indonesia. Tahun 2011, Maluku yang sebeesar 23,00 % berada dibawah Papua (32,00 persen) dan  Papua Barat (31,90 persen). Pernyataan tadi salah jika dilihat dari banyaknya orang miskin di masing-masing Provinsi di Indonesia karena jumlah penduduk miskin Provinsi Maluku yang 360 ribu orang sangat kecil dibandingkan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang berjumlah sekitar 30 juta orang. Maluku berada pada peringkat 18 dibawah DKI Jakarta yang berjumlah sekitar 363 juta orang (BPS, Statistik Indonesia 2011, hal 172).

Umumnya para pengamat melihat kemiskinan di Maluku  dikaitkan dengan kinerja Pemerintah Daerah, seolah-olah Pemerintah Daerah tidak mempunyai kinerja yang baik, karena pengamatannya hanya berada disekitar angka distribusi persentase penduduk miskin yang relative tinggi dan penurunan yang relatif kecil, namun tidak melihat beberapa hal lain yang merupakan prestasi dan kesulitan menurunkan jumlah penduduk miskin di Propinsi Seribu Pulau ini seperti :
1.       Terjadi penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan yang mengindikasikan adanya peningkatan rata-rata pendapatan penduduk miskin Maluku sehingga rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin dengan garis kemiskinan semakin kecil.
2.       Tahun 2011 distribusi penduduk miskin Maluku pengalami penurunan yang cukup signifikan yakni sekitar 4,7 point dari kondisi tahun 2010.
3.       Menurunkan jumlah penduduk miskin di Maluku rasanya secara umum cukup sulit dibandingkan daerah lain di Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari Indeks kedalam kemiskinan Maluku Tahun 2010 yang sebesar 5,23 persen yang berarti   sekitar 2,5 kali rata-rata Indeks Kedalaman Kemiskinan 2010 Nasional yang tercatat hanya 2,21 persen (BPS, Penghitungan dan Indikator Kemiskinan Makro 2010, hal 50). Indeks Kedalaman Kemiskinan ini menggambarkan ukuran  rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.  Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskin.

1.       2. Indeks Nilai Tukar Pertani dan Inflasi Pedesaan




Indeks Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan antara nilai yang diterima petani  berdasarkan nilai komoditi pertanian yang dihasilkan petani dengan nilai yang dibayar petani berdasarkan komoditi yang dibutuhakan petani yang terdiri dari konsumsi rumahtangga petani dan kebutuhan petani berupa barang modal dan biaya produksi pertanian untuk menghasilkan komoditi pertanian yang dihasilakannya. Indeks NTP lebih besar dari 100 bisa digunakan sebagai proxy adanya peningkatan kesejahteraan petani karena kenaikan harga komoditi hasil produksi lebih tinggi dari kenaikan harga komoditi yang dibutuhkannya. Indeks NTP lebih kecil dari 100 bisa digunakan sebagai proxy adanya penurunan kesejahteraan petani karena kenaikan harga komoditi hasil produksi lebih rendah dari kenaikan harga komoditi yang dibutuhkannya. Indeks NTP sama dengan 100 bisa digunakan sebagai proxy tingkat kesejahteraan petani tetap  baik harga komoditi hasil produksi maupun harga komoditi yang dibutuhkannya tidak berdeda.

Secara umum, tingkat kesejahteraan petani di Maluku relatif baik yang ditunjukkan dengan Indeks NTP Gabungan yang berada pada level 100 persen. Ini kondisi secara umum, namun jika dilihat secara sub sektor, Nampak bahwa tingkat kesejahteraan pertani yang mengusahakan tanaman pangan khususnya palawija, yang mengusahakan tanaman perkebunan, dan peternak cukup menyedihkan karena Indeks NTPnya berada dibawah 100. Kondisi ini diduga terkait dengan kondisi geografi Maluku yang 90 persen wilayahnya terdiri dari lautan disatu sisi, dan pada sisi yang lain ketersediaan prasarana dan  sarana transportasi laut yang terbatas. Kondisi ini menyebabkan petani sulit memasarkan hasil pertaniannya, sehingga harga ketiga komoditi di atas biasanya dijual dengan harga yang rendah, sedangkan harga kebutuhan terus mengalami kenaikan harga yang ditunjukkan oleh inflasi pedesaan yang berada di atas 3 persen.



1.       3. Tenaga Kerja 

Dari sisi lapangan pekerjaan utama sebagian besar tenaga kerja di Maluku bekerja di Sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan sedangkan dari sisi status pekerjaan utama,  pekerja bebas di sektor pertanian ini sendiri cenderung menurun dan besarnya di bawah 1 persen.  Itu pertanda bahwa kondisi sektor pertanian  yang menjadi tumpuan hidup sebagian besar penduduk Maluku tidak berkembang dengan baik.

Dari sisi lapangan pekerjaan utama sebagian besar tenaga kerja di Maluku bekerja di Sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan sedangkan dari sisi status pekerjaan utama,  pekerja bebas di sektor pertanian ini sendiri cenderung menurun dan besarnya di bawah 1 persen.  Itu pertanda bahwa kondisi sektor pertanian  yang menjadi tumpuan hidup sebagian besar penduduk Maluku tidak berkembang dengan baik.

Kalau dilihat selanjutnya dari sisi status pekerjaan utama juga maka boleh dikatakan cukup menyedihkan karena pekerja tidak dibayar masih cukup besar yakni sekitar 25 persen. Kondisi pekerja tidak dibayar ini sebenarnya tidak jauh berbeda dengan mereka yang berstatus pengangguran karena sama-sama tidak mempunyai pendapatan sendiri. Bedanya hanya pekerja tidak dibayar mempunyai pekerjaan sedangkan pengangguran tidak mempunyai pekerjaan. Selanjutnya bisa dilihat juga bahwa  mereka yang berusaha dibantu dengan buruh tetap yang diharapkan bisa menciptakan lapangan pekerjaan diluar sektor pemerintah hanya tercatat sekitar 2 persen, padahal pertumbuhan ekonomi Maluku tahun-tahun terakhir ini cukup tinggi yakni 6 persen. 
 
Pertumbuhan ekonomi Maluku yang cukup tinggi diduga tidak menyentuh sektor ekonomi yang justru digeluti oleh sebagian besar penduduk Maluku, namun lebih menyentuh sektor-sektor elite yang justru digeluti oleh sebagian kecil penduduk Maluku, bahkan mungkin saja terjadi pada sektor-sektor ekonomi bukan milik  penduduk Maluku sehingga produk yang justru dihasilkan di Maluku malah lebih banyak mengalir keluar Maluku. Misalnya saja pedagang2 retail besar, provider jasa telekomunikasi swasta, perusahaan-perusahan perikanan multi regional dan lain sejenisnya yang saat ini berkembang pesat di Maluku. Lebih menyedihkan lagi kegiatan-kegiatan konstruksi yang nilai konstruksinya besar, para kontraktor justru cenderung mendatangkan pekerja dari luar Maluku dengan alasan lebih professional baik sisi teknis maupun perilaku dalam hal bekerja ketimbang pekerja lokal.

1.       4. Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Maluku.

Dari sisi kemampuan  penggarapan berbagai sumber daya ekonomi untuk masuk kedalam APBD kabupaten/kota di Maluku, kemampuan penggarapan setengah dibawah rata-rata kemampuan rata-rata kemampuan Kabupaten/kota Nasional. Rata-rata Ratio PAD  kabupaten/kota  terhadap rata-rata APBD  kabupaten/kota di Maluku berada dibawah 3 persen, tepatnya 2,78 persen sedangkan rata-rata kabupaten/kota nasiknal telah mencapai 6,03 persen. Dengan demikian rata-rata tingkat ketergantungan keuangan pemerintah daerah Kabupatden/kota di Maluku terhadap dana perimbangan dari pemerintah pusat masih berada disekitar 83 persen yang nota bene berada diatas rata-rata nasional yang sebesar 74 persen. 

   


1.      5. Inflasi/Deflasi

Data inflasi/Deflasi  diProvinsi Maluku yang tersedia selama ini hanya menggambarkan kondisikota Ambon.
Selama tahun 2011, di kota Ambon terjadi inflasi sebanyak 6 kali yakni  terjadi pada bulan Pebruari sebesar 0,04 persen; bulan April sebesar 0,09; bulan  Mei sebesar 1,66 persen(merupakan Inflasi tertinggi di Indonesia pada bulan Mei tahun 2011); bulan Juni sebesar 3,76 persen (Inflasi tertinggi selama 12 bulan di kota Ambon dan juga merupakan Inflasi tertinggi di Indonesia pada bulan Juni tahun 2011); bulan Agustus sebesar0,83 persen dan bulan Desember sebesar 0,43 persen. Sebaliknya deflasi jugs terjadi sebanyak 6 kali yakni pada bulan Januari sebesar 0,83 persen; bulan Maret sebesar 0,46 persen; bulan Juli sebesar 1,20 persen (merupakan satu-satunya kota di Indonesia yang mengalami deflasi pada bulan Juli tahun 2011); bulan September sebesar 0,40 persen; bulan Oktober sebesar 0,67 persen dan bulan Nopember sebesar 0,34 persen.
 
Selama tahun 2011 terjadi Inflasi Komulatif yang juga sama dengan inflasi Year on Year yakni sebesar 2,85 persen. 
Di kota Ambon, terjadinya inflasi ataupun deflasi sangat dipengaruhi oleh kelompok bahan makanan, hal bias dilihat bahwa kontribusi kelompok bahan makanan biasanya mempunyai peranan/andil terbesar yakni plus terbesar pada saat inflasi dan sebaliknya minus terbesar saat terjad ideflasi.
Dari sisi komoditi yang biasanya sangat berpengaruh adalah komiditi ikan segar dan sayuran yang terkait erat dengan musim dan kelancaran transportasi yang pada gilirannya akan memperuhi keberadaan stock . Disamping itu harga tiket pesawatpun turut mempengaruhii nflasi/deflas ipada bulan2 liburan seperti liburan sekolah maupun hari-hari raya keagamaan seperti Idul Fitri, Natal danTahun Baru. Khusus komoditi ikan segar, konsumen lebih memilih ikan hasil tangkapan nelayan tradisional. Sayangnya belum tersedia cool storage yang bisa menampung hasil tanggkapan pada saat terjadi kelebihan stok sehingga apabila terjadi kekurangan stok pada saat musim ombak yang besar menyebabkan nelayan sulit melaut maka terjadi lonjakan harga ikan yang sangat tinggi, padahal Maluku pernah diberitakan akan menjadi lumbung ikan nasional.




1.      6. Pedagangan Luar Negeri.

Selama tahun 2011, nilai ekspor Maluku ke luar negeri tercatat sebesar 164,09 juta US $ yang terdiri dari Migas sebesar 74,92 juta US $ dan Non Migas sebesar 89,17 juta US $. Seluruh ekpor migas tersebut dimpor oleh Malaysia sedangkan pangsa pasar terbesar untuk ekspor non Migas adalah Thailand yang menyerap sekitar 65 persen, Cina dan Jepang masing-masing sekitar 15 persen, dan 5 persen sisanya adalah 10 negara lainnya termasuk Amerika Serikat.

Ekspor non migas yang meliputi hasil laut yakni ikan dan udang, sayangnya komoditi tersebut bukan merupakan akumulasi dari hasil tangkapan nelayan lokal tetapi hasil tangkapan dari perusahaan perikanan yang besar. Dengan demikian seluruh komoditi ekspor Maluku keluar negeri hanya meliputi komoditi hasil perusahaan-perusahann besar yang ada di Maluku, termasuk pertambangan minyak mentah di Bula.

Impor Maluku pada periode yang sama tercatat sebesar 362,23 Juta US $ yang terdiri dari non migas sebesar 30,06 juta US $ atau 9,95 persen dan sisanya 90,05 persen komoditi migas. Dengan demikian, Neraca Perdagangan Maluku tahun 2011 secara keseluruhan mengalami deficit sebesar 198, 24 juta US $ yang terdiri dari non migas mengalami surplus sebesar 53,11 juta US $ dan migas mengalami deficst sebesar 251,35 juta US $ .

Menarik lagi, import migas Maluku tersebut di atas hanya berasal dari Singapura, padahal selama ini negara ini sama sekali tidak mengimpor satupun komoditi Maluku.

Tercatat pula ada sekitar 16,37 juta US $ atau sekitar 10 persen dari total  nilai ekspor komoditi Maluku yang dilakukan diluar pelabuhan yang ada di Maluku. Komoditi-komoditi malah terdiri dari beberapa kelompok seperti perhiasan permata, ikan dan udang, kopi dan rempah-rempah serta biji-bijian yang berminyak.


1.       IPM (Indeks Pembangaunan Manusia)

IPM Maluku dari tahun ke tahun sejak tahun 2004 – 2010 terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, namun dari sisi ranking nasional  mengalami penurunan. IPM Maluku tahun 2004 tercatat sebesar 69,0 menduduki ranking nasional pada urutan 16. Tahun 2010 IPM Maluku menajdi 71,42 namun merosot ke urutan 20. Nilai IPM Maluku ini berdasarkan skala internasional termasuk Katagori menengah atas (66<IPM<80).

IPM meliputi 4 komponen yaitu angka harapan hidup, angka melek huruf, rata-rata lamanya bersekolah dan daya beli. Dari empat komponen ini, Maluku lebih unggul dari rata-rata nasional untuk komponen angak melek huruf dan rata-rata lamanya besekolah. Sedangkan untuk komponen angka harapan hidup dan daya beli Maluku jauh dibawah rata-rata sional. Pada tahun 2008 nntuk dua komponen pendidikan yakni angka melek huruf dan rata-rat lamanya bersekolah, Maluku berada pada ranking nasinal masing-masing 3 dan 6 sedangkan untuk komponen angka harapan hidup berada ranking 26 dan, daya beli pada ranking 29.

IPM Maluku berada dibawah IPM nasional, begitu juga dengan pendapatan perkapita baik dari sisi nominal maupun laju pertumbuhan, namum dari sisi persentase penduduk miskin Maluku berada di atas persentase penduduk miskin Nasioanal. Dengan laju pertumbuhan PDRB perkaipta yang relative rendah menyebabkan pendanaan dalam investasi untuk pembangunan manusia terutama dalam pencapaian status kesehatan, gizi, dan pendidikan yang lambat penambahannya. Hal tersebut juga menyebabkan pencapaian pendaptan yang meningkat menjadi sulit dicapai. Adapun saran UNDP adalah :
-          Dibutuhkan upaya besar untuk menciptakan dan mempercepat laju pertubuhan PDRB per Kapita melalui pembangunan manusia
-          Upaya harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan dengan memperbaiki distribusi pendapatan dan dengan memfokuskan pada penciptaan peluang kerja dan penaggulangan kemiskian.
-          Subsidi budget harus disediakan bagi program-program social yang menjangkau rakyat banyak, bukan sekelompok elit
( Buku Indeks Pembangunan Manusia 2007 – 2008 hal 56-57, terbitan BPS).

Selanjutnya kondisi persentase penduduk miskin yang tinggi dengan IPM yang rendah Provinsi Maluku berada pada katogori kondisi yang paling kurang. Untuk itu diperlukan usaha yang lebih untuk dapat mengejar ketertinggalannya dalam menekan angka kemiskinan dan mempercepat capaian  pembangunan manusia ( Buku Indeks Pembangunan Manusia 2007 – 2008 hal 63, terbitan BPS).


Dari sisi ranking IPM nasional ternyata perbedaan IPM antara daerah Kabupaten dengan daerah kota sangat tajam. Kota Ambon berada pada ranking 6 sementara Maluku Barat Daya yang merupakan kabupaten Baru hasil pemekaran dari Kabupaten Maluku Barat Daya berada pada ranking ke 436. Ini bisa juga merupakan indikasi bahwa disparitas pembangauan antara wilayah Kabupaten dengan wiklayah kota sangat tinggi. Jangankan antara Kabupaten dan kota didalam kabupaten saja sangat mecolok. Kabuaten Maluku Tenggara saja misalnya, sebelum terbentuk Kota Tual Maluku Tenggara menduduki rangking 188, tetapi setelah terbentuk kota Tual Maluku Tenggara justru berada pada ranking 193. Itu bisa diartikan  bahwa pembangunan di Maluku Tenggara lebih terarah pada wilayah di sekitar kota Tual.



1.       8. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto).
Total nilai penawaran/supply barang dan jasa di Propinsi Maluku selama tahun 2011 sebesar 13,2 triuliun rupiah, yang terdiri dari hasil produksi Maluku sekitar 9,6 triuliun rupiah atau 73 persen dan sisanya sekitar 3,6 triuliun rupiah atau 27 persen berupa barang jasa yang diimpor dari luar Maluku. Selanjutnya dari total barang dan jasa yang dihasilkan di propinsi Maluku, 37 persenya berasal dari sector Produksi (Pertanian s/d Konstruksi) dan sisanya berasal dari sector distribusi dan jasa (Perdagangan s/d Jasa-jasa).

Tercatat pula pertumbuhan ekonomi Maluku tahun 2011 sebesar 6,02 persen, dimana pertumbuhan ini merupkan interaksi antara pertumbuhan sektor produksi sebesar 4,49 dan sector distribusi dan jasa sebesar 7,00 persen. Dari sisi andil pertumbuhan kedua sektor di atas terhadap total pertumbuhan ekonomi, maka sektor produksi hanya member andil sekitar 29 persen sedangkan sektor distribusi dan jasa sisanya yaitu sekitar 71 persen.

Nilai kebutuhan konsumsi(meliputi Konsumsi Rumahtangga, Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba dan konsumsi pemerintah) masyarakat Maluku tahun 2011 lebih tinggi sekitar 5 persen dari total nilai barang dan jasa yang dihasilkan di Maluku, sedangkan untuk investasi dan ekspor hanya sekitar masing-masing 7 dan 26 persen.
Dari sisi laju pertumbuhan, ternyata laju pertumbuhan konsumsipun berada diatas di atas laju pertumbuhan produksi dimana laju pertumbuhan konsumsi sebesar 8 persen sedangkan produksi hanya 6 persen. Investasi malah mengalami penurunan sekitar 15 persen, sedangkan ekspor hanya mengalami pertumbuhan sekitar 5 persen padahal impor bisa bertumbuh hamper mencapai 14 persen.

Dari sisi nilai tukar antara kecepatan kenaikan harga barang dan jasa yang dihasilkan di Maluku, ternyata berada dibawah kecepatan harga barang dan jasa yang dikonsumsi di Maluku. Terlihat bahwa indeks nilai tukar barang dan jasa hasil produksi Maluku, untuk barang dan jasa sektor produksi hanya 92,40 persen, sektor distribusi dan jasa 96,70 persen dan secara keseluruhan barang dan jasa yang dihasilkan di Maluku hanya 95,05 persen yang nota bene berada dibawah indeks nilai tukar rata-rata Nasional yang berada di atas 100 persen. Hal ini tentu saja merupakan beban bagi masyarakat Maluku karena kenaikan harga barang dan jasa yang dihasilkan berada dibawah kenaikan harga brang yang dikonsumsi. Jika angka indeks nilai tukar barang dan jasa hasil produksi terhadap nilai barang dan jasa yang dikonsumsi, diartikan analog dengan indeks NTP (Nilai Tukar Petani) maka bisa diartikan bahwa tingkat kesejahteraan penduduk Maluku tahun 2011 secara riel berada dibawah kondisi tahun 2000.










Ke





1.       9. Kesimpulan.

Dari kedelapan data satistik yang telah dikemukakan di atas, bisa ditarik beberapa kesimpula antara lain :
1.       Persentase jumlah penduduk miskin di Maluku masih tetap besar
2.       Jumlah persentase penduduk miskin yang besar ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain:
a.       Lokasi penduduk miskin kebanyakan berada di daerah pedesaan yang sebagian besar pendududuknya menggantungkan hidup pada sector pertanian khususnya pada tanaman palawija, perkebunan, dan peternakan.
b.      Akibat kondisi geografik Maluku yang sebagian besarnya lautan  dengan sarana maupun prasarana transportasi yang sangat terbatas menyebabkan para petani menjual hasil produksinya dengan harga yang rendah tapi setiap waktu harus mengeluarkan biaya konsumsi yang terus mengalami kenaikan/inflasi.
3.       Upaya pemerintah daerah untuk menurunkan jumlah persentase penduduk Maluku nampaknya cukup sulit karena indeks kedalaman kemiskinan di Maluku cukup tinggi sekitar 2 kali rata-rata indeks kedalaman kemiskinan Nasional, kendati demikian indeks kedalam kemiskinan di Maluku terus mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya kenaikan rata-rata pengeluatran penduduk miskin yang terus bergerak naik mendekati garis kemiskinan. Gejala semacam ini mestinya bisa dipandang sebagai salah satu prestasi pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pendapatan penduduk miskin di Maluku.
4.       Kondisi komposisi tenaga kerja menurut status pekejaan utama cukup menyedihkan seperempat dari total jumlah tenaga kerja berstatus pekerja tidak dibayar yang nota bene kondisinya tidak jauh berbeda dengan pengguran.
5.       Jumlah pekerja yang berusaha dengan buruh tetap yang nota bene turut berpartisipasi menyediakan lapangan kerja di luar sektor pemerintahan sangat rendah hanya sekitar 2 persen, ini bisa mengindikasikan bahwa perekonomian Maluku tidak berkembang dengan baik.
6.       Kemampuan penggarapan sumber daya ekonomi yang ada di Maluku untuk menjadi PAD oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/kota di Maluku masih sangat rendah hanya mendekati 3 persen dari total APBD padahal secara rata-rata nasional bisa mencapai 6 persen.
7.       Inflasi kota Ambon masih sangat tergantung pada kondisi harga ikan segar yang sangat fluktuatif akibat kondisi laut disamping komoditi sayur-sayuran yang berasal dari luar Maluku yang terkait pula dengan kondisi laut serta kelancaran tranportasi.
8.       Neraca Perdagangan Maluku setiap bulan mengalami deficit dengan jumlah yang cukup besar khusunya untuk komoditi migas.
9.       Dari sisi IPM Maluku hanya unggul di bidang pendikan yakni angka melek huruf dan rata-rata lamanyabersekolah namun dari segi kesehatan dan daya beli berada pada kondisi yang memprihatinkan, sehingga walaupun dari sisi nilai IPM Maluku berada pada katagori menengah keatas, namun jika dikaitkan dengan jumlah persentase penduduk miskin yang tinggi di atas rata-rata Nasional, dan nilai IPM dibawah rata-rata nasional Maluku termasuk Provinsi yang paling kurang.
10.   Dari sisi ranking IPM Nasional yang terkait IPM Kabupaten/Kota di Maluku menunjukkan bahwa disparitas pembangauan antara wilayah Kabupaten dengan wilayah kota sangat tinggi.
11.   Pertumbuhan ekonomi Maluku yang relatif tinggi  di atas 6 persen pertahun lebih banyak lebih banyak terjadi pada sector distribusi dan jasa, sehingga tidak terlalu berpengaruh positif terhadap sebagaian besar penduduk Maluku yang berada dibawah garis kemiskinan, akibatnya penurunan jumlah persentase penduduk miskin di Maluku terasa sangat lamban.
12.   Nilai tukar barang hasil produksi Maluku ternyata berada dibawah nilai barang yang dikonsumsi Maluku.
13.   Impor yang besar ternyata lebih banyak terarah untuk kebutuhan konsumsi daripada investasi.

2.      10  Saran.
Kualiatas pertumbuhan ekonomi harus diarahkan kepada sektor ekonomi yang banyak digeluti oleh kebanyakan penduduk Maluku, sehingga hasil pembangunan Di Maluku tidak hanya dinikmati oleh segelintir kaum elit saja, tetapi juga bisa dirasakan oleh seluruh masyarakat Maluku.

Tidak ada komentar: