Kamis, 24 Januari 2013

Secuil Pengalaman dengan Penyakit DM Tulang Rusukku



Tulang rusukku (istriku)  sekarang telah tiada, namun saya merasa terpanggil untuk berbagi pengalaman dengan bpk/ibu/sdr/I yang saat ini mungkin mulai mengetahui dirinya atau orang yang dikasihinya telah mengidap DM (diabetes militus atau lebih dikenal dengan sebutan sakit gula) untuk mengantisipasi agar tidak lebih parah sakitnya.
Awal diketahui tulang rusukku mengidap penyakit DM saat dia mengalami sakit demam sekitar 6 tahun lalu (2007), lalu ke dokter dan kebetulan dokter menawarkan tulang rusukku untuk mendeteksi kadar gula darahnya. Ternyata kadar gula darah tulang rusukku mencapai angka 400. Selain itu tekanan darahnya juga di atas Normal alias tekanan darah tinggi  “wah ibu kena penyakit DM dan darah tinggi”, kata dokter kepada tulang rusukku. Tulang rusukku tetap tenang dan berkata “saya tidak merasa apa-apa, biasa saja”. Tentu saja sebagai seorang dokter, beliau menasihati tulang rusukku untuk membatasi beberapa jenis makanan sebagai pemicu DM dan tekanan darah tinggi, seperti nasi, gula pasir, kue-kue yang bahannya dari tepung terigu dan gula pasir, kurangi makanan goreng-gorengan dan daging-daging serta beberapa jenis makanan lain pemicu DM dan darah tinggi. Sebaliknya menganjurkan beberapa jenis makanan yang bisa meredam penyakit DM dan darah tinggi seperti ubi-ubian khususnya keladi rebus, ikan yang direbus atau dibakar, perbanyak makan buah-buahan. Sesampainya di rumah anjuran dokter tadi tidak lagi dihiraukan. Katanya “kalau kurangi nasi dan kurangi minum gula pasir,  kita bisa lemas, padahal kita mesti bekerja. Makan biasa sajalah, tidak perlu harus taati nasihat dokter.”
Mungkin karena kondisi fisik dan psikisnya kuat dan tidak terlalu memikirkan penyakit yang dideritanya pola makannya tetap berlangsung seperti biasa saja. Beberapa waktu berselang mulai kelihatan tulang rusukku cepat mengalami kecapean. Kata saya “As(nama tulang rusukku), kamu itu sakit DM dan darah tinggi, mesti kamu makan ikut saran dokter, jangan ikuti keinginan makan tanpa batas”. Kata tulang rusukku, “ah, kamu itu yang mesti makan hati2, kamu yang sakit” mengingat saya mengidap sakit darah tinggi dan pernah terkena stroke pada oktober 2006. Jadi justru saya yang dinasehati utk selalu menjaga kesehatan. Tulang rusukku merasa kecapeannya itu diakibatkan krna sudah melahirkan 4 orang anak kami dan mengurus mereka sampai dewasa. Tulang rusukku juga biasanya selalu menceriterakan pengalaman almarhum ayahnya semasa hidup yang biasanya mengatakan” ah dokter tahu apa”, jika dinasehati dokter kalau beliau mengalami sakit.
Pola makannya tetap saja dipertahankan layaknya orang yang tidak mengidap penyakit DM dan darah tinggi. Celakanya dia pernah mengalami luka yang cukup serius di telapak kakinya dan kemudian bisa sembuh lagi walaupun cukup lama. Hal ini, membuat tulang rusukku menjadi lebih yakin bahwa penyakit DM dan darah tingginya adalah penyakit yang tidak serius, sehingga pola makannya terus saja dipertahankan. Apa saja yang menjadi makanan kesenangannya dilahap habis, tanpa ada rasa takut sedikitpun. Dalam kurun waktu tersebut kadang kita ke dokter, dan ternyata tulang rusukku masih saja hidup dengan kadar gula darah di atas 300 dan tekan darah yang biasanya berkisar antara 150/100 s/d 160/100. Kata saya “ As, hati-hati jua, beta  deng ana2 masih parlu ale, beta balong mau jadi duda, ana2 balong mau jadi piatu, sayang e.” Kata tulang rusukku” koe jangan takut, mati itu di tangan Tuhan”. Saya dan anak-anak terpaksa mengalah, karena tulang rusukku termasuk salah satu orang yang gigih mempertahankan pendiriannya. Selama 3o tahun kami hidup bersama, bisa dihitung dengan jari ia mau mengalah mengikuti pendapat saya. Saya yang biasanya mengalah. Tapi saya juga harus mengakui bahwa pendidikan dan pertumbuhan keempat anak kami, tulang rusukku punya peranan yang paling besar. Dia  hanya seorang ibu rumahtangga tapi  manajemennya dari sisi berpikir dan tindakannya jauh lebih baik dari saya yang seorang PNS dengan pengalaman kerja lebih dari 30 tahun. Luar biasa Tulang Rusukku. Dengan selalu penuh semangat ia mendorong anak anak kami termasuk juga saya, utk jangan pernah takut utk mencoba dan jangan pernah takut melakukan kesalahan. Keterbatasan kami bukanlah penghalang untuk meraih semua cita cita. I love you so much, Asye.
Akhir tahun 2011, tulang rusukku kena stroke, namun dalam kondisinya yang terbatas ia tetap berusaha utk bisa berjalan sendiri. Setelah itu kami masih sempat ke Jakarta menengok ketiga anak kami yang sementara bersekolah dan bekerja. Kami berdua dengan ketiga anak kami merayakan Natal 2011 dan tahun baru 2012, di Jakarta. Setelah itu kami berdua masih sempat bolak balik lagi pada bulan Maret, Bulan Mei dan terakhir Juli 2012 yang kebetulan bertepatan dengan tugas saya sekaligus menghadiri wisuda anak bungsu kami. Dalam kondisi yang lemah, tulang rusukku masih sempat jalan-jalan menyenangkan hati ketiga anak2 kami disana. Tulang rusukku biasanya senang makan di restoran gang kelinci Pasar Baru, mie goreng dan bakso adalah makanan kesenangannya. Tulang rusukku termasuk salah seorang yang senang memberi. Siapa saja yang menolongnya pasti saya atau anak saya yang paling tua disuruh memberi uang kepada orang tersebut. Siapapun yang menerima dengan senang hati pemberian kami tidak menjadi masalah, namun menjadi masalah bagi saya dan anak saya adalah disuruh memberi kepada orang yang kami takut justru akan menyinggung perasaan mereka. Supaya tidak mengecewakan tulang rusukku saya dan anak saya terpaksa nekad memberi dengan terlebih dahulu memohon maaf kepada yang bersangkutan. Ada yang mau mengerti dan mau menerima namun ada yang tetap kokoh tidak mau menerima. Untuk itu semua kami ucapkan terima kasih. Sampai kepada suster yang menolongnya, dan teman sekamar di rumah sakitpun tulang rusukku menyuruh kami memberi kepada mereka. Termasuk tetangga kami satu2nya yang kebetulan teman kantor saya ibu Itje dan suaminya pak Ongky Noiya. Luar biasa mereka berdua mau menerima perilaku tulang rusukku. Dari sisi status ekonomi, mereka berada jauh di atas saya, namun dengan sukacita dan tangan terbuka mereka mau menerima pemberian tulang rusukku berupa makanan yang dimasak olehku , yang  menurutku tidak layak diberi kepada orang lain. Saya terpaksa harus memasak karena pada saat-saat terakhirnya dia sudah tidak bisa melayani dirinya sendiri. Terima kasih banyak ibu Itje dan pak Ongky, Tuhan jua kiranya berkenaan membalas budi baik saudara berdua.
Pada awal bulan Agustus 2012, bertepatan dengan hujan deras yang mengguyur kota Ambon sampai terjadi banjir, tulang rusukku jatuh sakit. Kakinya yang sudah mulai membengkak menjadi tambah bengkak. Jalannya semakin melemah dengan kondisi gula darah di atas 300 dan tekanan darah antara 150/100 s/d 170/100, tulang rusukku tetap bersikap biasa. Pola makannya tidak berubah. Yang sakit tulang rusukku, yang gelisah dan rewel justru aku dan anakku yang tertua. Sampai pada pertengahan Agustus 2012 karena kakinya yang bengkak semakin bengkak. Berdasarkan pemahamanku jika ada bengkak di kaki aku menyuruh tulang rusukku merendamnya di air panas. Namun ternyata setelah kaki bengkak itu direndam air panas, bukannya membaik malah menyebabkan kaki melepuh terkena air panas. Ternyata baru diketahui berdasarkan penuturan banyak orang yang kutemui penderita DM biasanya sudah agak kebal khususnya di bagian kaki sehingga air yang panas sekalipun  umumnya tidak dirasakan. Rupanya benar, karena ternyata tumit dan bagian antara kaki dan tumit tulang rusukku melepuh. Mengingat kakinya semakin membengkak dan kondisi fisiknya semakin lemah  pula serta  melepuhnya semakin mengkhawatirkan,  maka kami putuskan untuk membawa tulang rusukku ke rumah sakit. Sesampai dirumah sakit para perawat mengelupas kulit yang melepuh pada tumitnya sedangkan melepuh antara bagian  kaki dan tumit  dibiarkan begitu saja. Malamnya, bagian yang melepuh antara tumit dan kaki sobek sendiri dan mengeluarkan cairan bening yang sangat banyak. Keesokan harinya perawat kembali merawat luka tulang rusukku namun yang dirawat hanya bagian tumit saja. Dari sisi tugas dan tanggung jawab seorang perawat rumah sakit terhadap seorang pasien menurut hemat saya kementrian kesehatan RI dan DPR RI perlu meninjau kembali,karena SOP keperawatannya tidak jelas. Pasien hanya dilayani dengan pemberian obat-obatan, sedangkan mandi, mengganti pakaian, kencing sampai buang air besar untuk pasien yang tidak bisa melayani dirinya sendiri, harus dilakukan oleh keluarga pasien. Dalam hati saya kalau saya punya uang banyak dan ada dokter yang berkenaan datang kerumah lebih baik tulang rusukku tetap saja dirumah, dirawat oleh saya dan anak saya sendiri, itu jauh lebih nyaman dan murah. Sayangnya dokter merasa lebih aman kalau dirawat di rumah sakit, padahal saya tidak merasakan adanya perawatan yang baik di rumah sakit. Perawat bahkan dokter di rumah sakit hanya mau bertugas secara maksimal jika pasien mengalami krisis saja. Mohon maaf atas kelancangan saya, tapi itulah yang saya alami dan rasakan.
Di rumah sakit dua hari saya putuskan untuk pulang paksa, mengingat di satu sisi uang saya terbatas, disisi lain biaya rumah sakit cukup mahal, ya mungkin karena ini rumah sakit swasta. Hanya dua hari dirumah sakit saya harus membayar biaya rumah sakit sebesar 2 juta rupiah lebih sedikit, belum termasuk beberapa jenis obat yang cukup mahal pula yang harus saya beli. Lebih baik, keluar saja dan dilakukan rawat jalan. Fokus kami adalah berusaha agar luka tulang rusukku tidak sampai parah yang berujung pada amputasi. Seminggu setelah kami pulang paksa, tulang rusukku mengalami sesak napas, dan merasa mual setiap kali mau menelan makanan. Anak saya yang kebetulan datang ke Ambon karena liburan semester memaksa saya untuk merawat kembali mamanya di rumah sakit. Kali ini kami memilih rumah sakit pemerintah, karena saya PNS dan tulang rusukku juga memiliki kartu Askes, sehingga diharapkan jauh lebih murah. Dalam hati saya, murah tapi pelayananya mungkin lebih buruk dari rumah sakit swasta tadi. Ternyata jauh meleset dari apa yang ada dalam hati saya. Pelayanan mereka justru sedikit lebih baik, namun fasilitas kamar mandi kususnya toilet sama buruknya dan sama joroknya, padahal itu di ruang VIP. Bedanya tarip di rumah sakit swasta hampir mendekati tarip hotel berbintang 3 sedangkan rumah sakit pemerintah hanya setingkat hotel melati. Di rumah sakit pemerintah karena ada kebijakan pemerintah daerah Maluku, saya cukup membayar lebih kecil dari setengah tarip umum untuk ruangan VIP. Sekitar sebelas hari Tulang Rusukku di RSU pemerintah, karena menggunakan ruang VIP atau lebih dikenal dengan sebutan Paviliun, saya hanya membayar sekitar 1,4 juta rupiah. Saya terpaksa membayar karena jatah kami yang menggunakan kartu askes hanya ruang cendrawasih atau kelas I.
Kembali ke soal perkembangan penyakit DM tulang rusukku, berdasarkan hasil laboratorium ternyata HB tulang rusukku tidak mencukupi setengah dari HB normal. Diputuskan untuk transfusi darah. Fungsi ginjal dan fungsi hati  mengalami ganggungan dan diduga itu penyebab kaki bengkak tulang rusukku tidak turun-turun.   Sampai dengan keluar dari RS, kaki bengkaknya masih seperti biasa. Pulang ke rumah dengan berbagai jenis obat. Mulai dari obat DM, obat anti biotik, obat melancarkan kencing untuk menurunkan kaki bengkaknya. Tulang rusukku mulai sadar, makan mulai sedikit dibatasi, tapi nasi kelapa dan nagasari kesukaannya masih tetap saja dilahap, bahkan ice creampun masih nekad dimakan. Akhirnya bukan kaki saja yang bengkak, badanpun ikut bengkak sehingga berdiri dari kursinyapun harus dibantu.
Tanggal 16 Desember, tulang rusukku kembali dilarikan ke RS karena mengalami sesak napas. Setelah direkam jantungnya, ternyata jantungnya mengalami gangguan dan tidak berfungsi secara normal sehingga ada cairan yang nyasar masuk ke paru2nya, kata dokter ahli jantung. Kateter dipasang untuk melancarkan kencingnya. Hasilnya badan yang bengkak telah mengalami penurunan, tapi daerah paha bagian belakang masih tetap saja bengkak. Kata dokter, ini akibat cairan yang sudah mulai mengental sehingga butuh waktu yang cukup lama untuk menurunkannya. Karena ketiga anak kami ingin merayakan Natal dan kebetulan pada tanggal 22 Desember, ulang tahun perkawinan kami yang ke_30 tahun. Saya mohon ijin agar tulang rusukku kembali kerumah untuk menikmati kebersamaan dengan anak-anak kami. Kembali saya harus menandatangani surat pulang paksa dari rumah sakit.
Beberapa kali keluar rumah sakit juga tenaga yang betul betul tercurah dan waktu tidur yang sangat kurang hanya utk slalu bisa memanfaatkan setiap waktu melayani tulang rusukku yang begitu sangat kucintai walau dengan berbagai keterbatasan.  Terus terang saya juga mrasa takut jika saya duluan yang dipanggil pulang sementaar tulang rusukku dalam kondisi tidak berdaya dan tidak mampu untuk melayani dirinya sendiri. Tanggal 12 Januari 2013, kembali tulang rusukku harus dilarikan lagi ke RS karena mengalami sesak napas. Hasil laboratorium menurut dokter fungsi ginjal tulang rusukku sudah sangat tinggi dan mengarah ke tindakan cuci darah, tapi masih tetap diupayakan untuk tidak sampai terjadi cuci darah. Jumat siang sekitar jam 15 wit. tiba-tiba ucapan tulang rusukku sudah tidak bisa lagi dimengerti oleh saya dan anak saya serta para suster, padahal beberapa saat lalu saya masih sempat bercanda dengannya. Ketika tekanan darahnya diukur,  ternyata berada pada posisi 180/60. Tanpa menunggu hasil konsultasi suster dengan dokter, saya langsung menaruh nifidifine 10 mg dibawah lidahnya kemudian diminta utk berbaring.  Beberapa waktu kemudian, tekanan darah diukur kembali, posisinya berada pada posisi 150/80, kaki yang bengkak dan keras mulai kelihatan turun dan melembek. Pikir saya tulang rusukku akan sembuh. Ternyata sebaliknya kondisinya semakin melemah, dia ingin bicara tetapi sudah tidak kuat lagi membuka mulutnya. Saatnya makan malam tepat jam 6 sore kami hendak membangunkan tulang rusukku utk makan namun tidak lagi ada respon. Kami mencoba memanggil perawat yang ada, perawat pun seolah tau kondisi yang sebenarnya dialami Tulang rusukku namun berusaha memberikan pelayanan seperti seharusnya dilakukan terhadap pasien. Dengan napasnya yang semakin sesak para suster melengkapi Tulang rusukku dengan pendeteksi penyerapan oksigen ke jantung untuk mengukur kadar oksigen yang diterima.Saat hendak memberi infus suster kesulitan, karna urat vena tulang rusukku begitu sulit ditemukan. Kami dan para hamba Tuhan berdoa mati-matian, berharap ada mujizat Tuhan, tapi sampai dengan jam 9 malam kondisi tulang rusukku tidak mengalami perubahan kearah yang membaik. Malah ia terlihat lemah dan terlilit dengan berbagai alat medis baik infus maupun oksigen juga alat pendeteksi penyerapan oksigen ke jantung. Semua alat vitalnya berfungsi baik namun tulang rusukku masih tetap belum sadarkan diri alias koma. Langsung kusuruh anakku yang paling tua menelepon adik2nya agar mereka bisa segera terbang dari Jakarta dengan pesawat dinihari agar bisa tiba di Ambon pada Sabtu pagi.  Syukurlah, mereka bisa terbang saat itu walau dengan kondisi Jakarta yang memang hujan deras dan banjir dimana mana, semua tentu tidak lepas dari penyertaan Tuhan. Jam 07. 40 WIT saya mencoba menghubungi anak anak kami untuk memastikan bahwa mereka telah tiba di Ambon dengan selamat. Setelah mendengar kabar bahwa ketiga anakku sudah tiba, seolah tulang rusukku memang hanya menunggu kabar tersebut perlahan napas sesak tulang rusukku menjadi semakin lemah. Tepat jam 8 pagi tulang rusukku  menghembuskan nafasnya yang terakhir dan yang juga bertepatan dengan habisnya oksigen yang dipasang. Tak bisa dibayangkan betapa hancurnya hati kami, namun semua merupakan rencana Tuhan yang tak dapat dielakkan. Rohnya telah kembali kepada Sang Khalik meninggalkan tubuhnya yang menderita, sekarang saatnya saya dan anak ankku merasakan kehilangan yang amat sangat. Tulang rusukku telah tiada, tidak ada lagi sapaan mesra Paul. Sampai nanti kita berjumpa di dunia seberang, ya Asyeku sayang.
Maksud dibuatnya tulisan ini  adalah:
1.        Bagi para penderita penyakit DM mestinya harus berdiet dengan mengatur pola makan secara ketat  mengikuti petunjuk dokter. Jangan menganggap sepele penyakit DM apalagi jika  DM itu sendiri  dirasakan tidak mempengaruhi aktifitas secara fisik. Penyakit ini secara lambat namun pasti merusak organ tubuh vital seperti ginjal dan jantung.
2.        SOP keperawatan yang dilakukan RS baik milik swasta maupun pemerintah saat ini agar ditinjau kembali  dan diperjelas oleh kementrian kesehatan bersama DPR RI, sehingga pasien merasa nyaman.
Sedangkan tujuanya adalah  agar :
1.        Penderita DM tidak sampai mengalami hal yang sama yang telah dialami oleh tulang rusukku.
2.       Adanya perbaikan pola pelayanan perawatan pasien oleh RS swasta maupun pemerintah.

Semoga tulisan ini ada manfaatnya.

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Siang om Samuel, saya yohanes, Turut berduka cita atas kepergian almarhum (Ny. Asye Sahertian)semoga mendapat tempat terbaik disisi Tuhan Yesus Kristus, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan diberikan ketabahan. Terima kasih untuk sharingnya.
Ibu saya (Alm) juga penderita DM, dia meninggalkan kami per tanggal 30 Juni 2012 pada usia 62 tahun. Salah satu penyebab kematian beliau karena kami, dari keluarga, terutama saya, karena saya masih tinggal 1 atap dengan beliau, kurang tanggap mengatasi penyakit beliau. Yang kami lakukan hanya menjaga pola makannya, dan menasehati beliau agar banyak istirahat. Saya baru mengetahui pada saat beliau telah tiada, bahwa penyakit ini bisa mengganggu kinerja organ lain seperti jantung dan ginjal seperti yang om tulis diatas. Pada tanggal 30 Juni 2012, jam 8 malam beliau berteriak minta tolong sambil keluar dari kamarnya mengeluh karena sesak nafas. saat itu hanya ada saya (anak terakhir, nomor 8) dan kakak saya (anak kedua). Saya langsung berlari dan memapah beliau, tapi karena rasa takut akan kehilangan seorang ibu, kaki saya menjadi gemetar sehingga tidak kuat memapahnya. Hal ini membuat beliau lama sampai ke rumah sakit. Sesampainya di RS, (RS Swasta di daerah Manggarai, Jakarta) beliau sudah kehilangan kesadaran, dengan napas yang masih sesak.
Bila tadi diatas om menyebutkan "Perawat bahkan dokter di rumah sakit hanya mau bekerja secara maksimal jika pasien mengalami krisis saja. Mohon maaf atas kelancangan saya, tapi itulah yang saya alami dan rasakan." saya tidak mengalami demikian. ketika ibu saya dalam kondisi seperti diatas, hanya ada 3 perawat yang mengelilingi ibu saya sambil memasang alat2 bantu. sementara sang dokter jaga masih duduk di meja mengisi kertas2 (saya kurang paham dokumen apa yg dipegang), dan baru ketika jantung nya mulai melemah (10-15 menit kemudian) ibu dokter tersebut menghampiri ibu saya memberikan pertolongan. ternyata ibu saya sudah tidak dapat tertolong dan dokter menyebutkan penyebab kematian adalah jantung.
Saya sadar bahwa saya punya kesalahan besar, karena telat mengantar ibu saya. Tetapi saya juga tidak terima dengan sikap ibu dokter yang tidak sigap menanggapi kondisi darurat ini.
Pertanyaan saya om, apakah kondisi ini normal bahwa dokter menunggu asistennya (perawat) memasang alat bantu, baru dia menangani kondisi kritis ini? karena menurut saya kondisi kritis seperti ini harus langsung ditangani oleh dokter.

sammy sahertian mengatakan...

Pertama-tama sayapun ingin menyampaikan turut belasungkawa untuk saudara dan keluarga atas meninggalnya ibu saudara. Menurut saya sudah waktunya pola pelayanan rumah sakit saat ini mesti segera ditinjau kembali oleh para pihak terkait yang punya kewenangan dan tanggung jawab dibidang kesehatan masyarakat supaya masyarakat tidak menjadi korban. Kiranya saudara dan kel berkenaan mengampuni ulah dokter yang layani ibu saudara karena dia merupakan salah satu korban sistem pelayanan kesehatan di Negara tercinta ini. Dokter itu telah kehilangan identitasnya sehingga nekad melanggar sumpahnya sebagai seorang dokter, dan melanggar pula etika kedokteran. Kasian, karena dosa besar ini sudah dianggap biasa saudara. Kira2 itu yang bisa saya tanggapi, kurang lebihnya, saya mohon maaf. Terima kasih

Unknown mengatakan...

terima kasih om samuel...