Sabtu, 25 Juni 2011

Data BPS antara Penting dan Tidak Penting

1.         Interpretasi data BPS
Mungkin anda pernah memabaca/melihat & mendegar  di media masa bahkan juga menyaksikan sendiri seorang pejabat marah-marah karena dinilai tidak berhasil, lalu menyatakan “apanya yang tidak berhasil coba lihat sendiri menurut data BPS, pertumbuhan ekonomi kita tinggi, IPM kita menduduki ranking yang cukup tinggi, tingkat pengangguran kita terus menurun dan lain sebagainya”. Argumentasinya tidak salah, karena BPS sendiri tidak suka alias haram untuk menyajikan data sekedar untuk menyenangkan pemerintah tapi terus berada pada prinsip menyajikan data apa adanya.
Dipihak lain wartawan juga mengemukan apa yang mereka saksikan dan benar-benar terjadi seperti pengusaha kecil yang mengeluh kesulitan mendapatkan pasar untuk menjual hasil produksi mereka, masyarakat yang mengeluh untuk melanjutkan pendidikan karena biaya pendidikan yang tinggi atau bahkan tidak adanya prasarana pendidikan di wilayah terpencil, ada juga yang mengeluh soal kesulitan mendapatkan pekerjaan dan lain-lain keluhan yang mereka lihat dan benar terjadi di masyarakat.
Timbul pertanyaan , Jujurkah BPS menyajikan angka-angkanya, sehingga menimbulkan kontradiksi antara pejabat dengan wartawan yang dapat menyebabkan polemik?
Sebagai salah seorang aparat BPS yang selama 33 tahun bekerja di Maluku, saya berani bersaksi bahwa aparat BPS mulai dari pimpinan yang paling tinggi sampai kami di jajaran yang paling rendah, kami masih tetap pada komitmen untuk tetap menyajikan data apa adanya. Kami sangat menghormati moral kami sebagai aparat BPS sehingga tidak dengan gampang melacurkan informasi statistik yang kami sajikan. Kami di daerah siap untuk dicela oleh pemerintah daerah apabila menyajikan data apa adanya yang terkadang tidak menyenangkan bagi Perintah daerah. Atau juga dicela para wartawan karena dirasa menyajikan data yang hanya menyenangkan pemerintah daerah. Begitulah nasib aparat BPS terkadang dicela dan terkadang pula dipuji. Itulah dinamika kehidupan tapi harus tetap berprinsip di kandang kambing tidak boleh mengembik, dan juga di kandang harimau tidak boleh mengaum, tapi suara kami adalah suara apa adanya/kebebebasan menyajikan potret hasil jepretan BPS.

2.    Penyajian Data BPS
Secara pribadi selaku aparat BPS saya mencermati bahwa kerja keras kami yang selama ini dilakukan dalam hal menyajikan data statistik turunan masih belum paripurna penjelasannya. Menurut hemat saya pribadi, BPS masih menganggap pengertian akan angka statistik turunan BPS, bagi seorang akademisi sama dengan pengertian seorang awam. Statistik turunan yang terbentuk dari beberapa statistik dasar yang kemudian disajikan dalam bentuk agregat umumnya tidak dianalisis secara faktual berdasarkan data dasar, tetapi cenderung dianalisis secara teoritis sehingga statistik turunan tersebut diinterpretasikan sesuai pemahaman bahkan keinginan konsumen data itu sendiri. Contoh pertumbuhan ekonomi yang didasarkan pada hasil penyusunan PDB(pada tingkat Nasional) dan PDRB(pada tingkat regional/daerah) lebih banyak dianalisis secara teoriris kenapa pertumbuhan sebesar itu terjadi,  dan apabila tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut tidak relevan dengan tingkat pengangguran atau kemiskinan maka ditarik kesimpulan klasik bahwa terjadi pertumbuhan ekonomi yang tidak bermutu. Mana, masyarakat awam non akademik memahami yang namanya bermtu dan tidak bermutu. Begitu juga untuk tingkat pengangguran yang dibangun dari data tenaga kerja, IPM dari data kesehatan, pendidikan dan konsumsi rumahtangga. Konsep dan defenisi yang selama ini digunakan dan disajikan rasanya perlu diulas lagi pengertiannya secara praktis untuk lebih dipahami oleh masyarakat awam.

Salah satu upaya Pemasyarakatan data statistik yang sudah digaungkan beberapa tahun silam melalui penyajian data statistik yang “user friendly” rasanya masih merupakan PR yang butuh perhatian serius ditengah kegiatan statcap cerdas yang saat lagi hangat dibicarakan dan diterapkan di lingkungan BPS.

3.    Kenyataan terhadap perlakuan data statistik
Saya adalah salah satu staf di BPS Provinsi Maluku yang bekerja mengurusi kegiatan Statistik Distribusi. Data statistik yang dikerjakan secara rutin antara lain  :
a.       staistik harga yang terkait dengan  inflasi, Nilai Tukar Petani(NTP),  IKK (indeks kemahalan konstruksi),
b.      Statistik Keuangan yang terkait dengan statistik keuangan pemerintah daerah menyangkut APBD Propinsi, Kabupate/Kota dan Desa, Statistik Keuangan BUMD dan statistik keuangan Lembaga Keuangan,
c.       Staistik pariwisata yang terkait dengan statistik perhotelan yang menghasilkan data statistik tingkat penghunian kamar hotel serta Direktori Hotel dan Akomodasi lainnya.
d.      Statistik Anguktan yang terkait dengan data statistik panjang jalan, statistik jumlah kendaraan umum angkutan darat, arus trasportasi berupa data statistik jumlah penumpang, jumlah barang yang diangkut/dibonkar oleh angkuat laut dan angkutan udara.
Saya mendapati hal yang selalu menimbulkan pertanyaan dibenak saya. Ini perencanaan atau pengendalian macam  apa yang dilakukan oleh tim pengendali inflasi di “Negeri Seribu Pulau “ ini, jika  BPS dipanggil sebagai nara sumber hanya untuk menyampaikan angka-angka inflasi yang telah tejadi tanpa ditunjang dengan imfomasi pendukung lain? Kenyataan ini berbeda dengan perencanaan ditingkat para menteri ekonomi yang justru mereka jauh berada dari daerah. Setiap hari Selasa kami diharuskan oleh BPS RI untuk menyampaikan kondisi terakhir harga beberapa bahan pokok untuk dibawa oleh kepala BPS RI pada hari Rabu mengikuti sidang kabinet terbatas bidang ekonomi yang dugaan saya bermuara pada kebijakan pemerintah yang perlu diambil untuk mengendalikan inflasi pada tingkat nasional. Perlu ditambahkan bahwa bukan saja data harga tetapi juga alasan kenapa terjadi kenaikan/penurunan harga itu sendiri serta pengamatan kami secara sepintas tentang kondisi stok barang-barang tersebut di pasar.
Dari sini saya mencoba menyimpulkan :
a.       a. Data BPS khususnya statistik turunan bukan merupakan bahan baku utama dalam proses perencanaan tapi harus ditunjang dengan statistik dasar lain sebagai pendukung.
b.      b. Peranan data statistik khususnya statistik turunan yang dihasilkan BPS daerah dalam proses Perencanaan dan pengendalian yang selama ini oleh pemerintah daerah masih sangat kecil.
c.       c. Data yang dihasilakan BPS daerah lebih banyak digunakan sebagai bahan konfirmasi guna mendukung berbagai argumentasi dari berbagai kalangan untuk berbagai kepentingan pula. Dari kenyataan ini ada sebagian orang yang tanpa ragu mengatakan data statistik  bak pemadam kebakaran.Hanya dicari jika dibutuhan.

Kenyataan lain yang saya cermati, adalah BPS Provinsi Maluku juga menghitung dan menyajikan data statistik tingkat penghunian kamar hotel. Data dasar yang digunakan adalah informasi tentang dinamika peggunaan kamar hotel yang berasal dari pihak hotel sendiri. Dari informasi tersebut laalu kami menghitung tingkat penghunian kamar hotel. Hasilnya adalah rata-rata tingkat penghunian kamar hotel baik hotel berbintang mapun hotel melati berada dibawah standart minimal kebutuhan minimal yakni hanya dibawah 35 persen. Saya menjadi heran kenapa dengan rata-rata tingkat penghunian kamar hotel yang begitu rendah tapi hotel mewah khususnya  di kota Ambon berkembang bak jamur di musim hujan? Di benak saya, tidak mungkin pengusaha mau merugi, berarti infomasi statistik hotel yang selama ini diberikan kepada kami nampaknya tidak sesuai kenyataan. Dilain pihak, saya menganggap bahwa Dinas Parawisata juga tidak menggubris data statistik tingkat penghunian kamar hotel yang selama ini disajikan oleh BPS, jangan-jangan pengusaha hotel punya dua macam data, satu macam yang buruk disampaikan ke bps sehingga tercipta tingkat penghunian kamar hotel yang rendah, sedangkan satu macam lagi yang baik diberiksn kepada dinas pariwisata atau instansi/lembaga terkait lain  sehingga dperoleh rekomendasi mendirikan hotel yang baru. Huala hialam, Tuhan saja yang tahu.

Tidak ada komentar: