Tulang rusukku (istriku) sekarang telah tiada, namun saya merasa
terpanggil untuk berbagi pengalaman dengan bpk/ibu/sdr/I yang saat ini mungkin
mulai mengetahui dirinya atau orang yang dikasihinya telah mengidap DM
(diabetes militus atau lebih dikenal dengan sebutan sakit gula) untuk
mengantisipasi agar tidak lebih parah sakitnya.
Awal diketahui tulang rusukku
mengidap penyakit DM saat dia mengalami sakit demam sekitar 6 tahun lalu (2007),
lalu ke dokter dan kebetulan dokter menawarkan tulang rusukku untuk mendeteksi
kadar gula darahnya. Ternyata kadar gula darah tulang rusukku mencapai angka
400. Selain itu tekanan darahnya juga di atas Normal alias tekanan darah tinggi
“wah ibu kena penyakit DM dan darah
tinggi”, kata dokter kepada tulang rusukku. Tulang rusukku tetap tenang dan
berkata “saya tidak merasa apa-apa, biasa saja”. Tentu saja sebagai seorang
dokter, beliau menasihati tulang rusukku untuk membatasi beberapa jenis makanan
sebagai pemicu DM dan tekanan darah tinggi, seperti nasi, gula pasir, kue-kue
yang bahannya dari tepung terigu dan gula pasir, kurangi makanan goreng-gorengan
dan daging-daging serta beberapa jenis makanan lain pemicu DM dan darah tinggi.
Sebaliknya menganjurkan beberapa jenis makanan yang bisa meredam penyakit DM
dan darah tinggi seperti ubi-ubian khususnya keladi rebus, ikan yang direbus
atau dibakar, perbanyak makan buah-buahan. Sesampainya di rumah anjuran dokter
tadi tidak lagi dihiraukan. Katanya “kalau kurangi nasi dan kurangi minum gula
pasir, kita bisa lemas, padahal kita
mesti bekerja. Makan biasa sajalah, tidak perlu harus taati nasihat dokter.”
Mungkin karena kondisi fisik dan
psikisnya kuat dan tidak terlalu memikirkan penyakit yang dideritanya pola
makannya tetap berlangsung seperti biasa saja. Beberapa waktu berselang mulai
kelihatan tulang rusukku cepat mengalami kecapean. Kata saya “As(nama tulang
rusukku), kamu itu sakit DM dan darah tinggi, mesti kamu makan ikut saran
dokter, jangan ikuti keinginan makan tanpa batas”. Kata tulang rusukku, “ah,
kamu itu yang mesti makan hati2, kamu yang sakit” mengingat saya mengidap sakit
darah tinggi dan pernah terkena stroke pada oktober 2006. Jadi justru saya yang
dinasehati utk selalu menjaga kesehatan. Tulang rusukku merasa kecapeannya itu diakibatkan
krna sudah melahirkan 4 orang anak kami dan mengurus mereka sampai dewasa. Tulang
rusukku juga biasanya selalu menceriterakan pengalaman almarhum ayahnya semasa
hidup yang biasanya mengatakan” ah dokter tahu apa”, jika dinasehati dokter
kalau beliau mengalami sakit.
Pola makannya tetap saja
dipertahankan layaknya orang yang tidak mengidap penyakit DM dan darah tinggi.
Celakanya dia pernah mengalami luka yang cukup serius di telapak kakinya dan
kemudian bisa sembuh lagi walaupun cukup lama. Hal ini, membuat tulang rusukku
menjadi lebih yakin bahwa penyakit DM dan darah tingginya adalah penyakit yang
tidak serius, sehingga pola makannya terus saja dipertahankan. Apa saja yang
menjadi makanan kesenangannya dilahap habis, tanpa ada rasa takut sedikitpun.
Dalam kurun waktu tersebut kadang kita ke dokter, dan ternyata tulang rusukku
masih saja hidup dengan kadar gula darah di atas 300 dan tekan darah yang
biasanya berkisar antara 150/100 s/d 160/100. Kata saya “ As, hati-hati jua, beta deng ana2 masih parlu ale, beta balong mau
jadi duda, ana2 balong mau jadi piatu, sayang e.” Kata tulang rusukku” koe
jangan takut, mati itu di tangan Tuhan”. Saya dan anak-anak terpaksa mengalah,
karena tulang rusukku termasuk salah satu orang yang gigih mempertahankan
pendiriannya. Selama 3o tahun kami hidup bersama, bisa dihitung dengan jari ia
mau mengalah mengikuti pendapat saya. Saya yang biasanya mengalah. Tapi saya
juga harus mengakui bahwa pendidikan dan pertumbuhan keempat anak kami, tulang
rusukku punya peranan yang paling besar. Dia hanya seorang ibu rumahtangga tapi manajemennya dari sisi berpikir dan tindakannya
jauh lebih baik dari saya yang seorang PNS dengan pengalaman kerja lebih dari
30 tahun. Luar biasa Tulang Rusukku. Dengan selalu penuh semangat ia mendorong
anak anak kami termasuk juga saya, utk jangan pernah takut utk mencoba dan
jangan pernah takut melakukan kesalahan. Keterbatasan kami bukanlah penghalang
untuk meraih semua cita cita. I love you so much, Asye.
Akhir tahun 2011, tulang rusukku
kena stroke, namun dalam kondisinya yang terbatas ia tetap berusaha utk bisa berjalan
sendiri. Setelah itu kami masih sempat ke Jakarta menengok ketiga anak kami
yang sementara bersekolah dan bekerja. Kami berdua dengan ketiga anak kami merayakan
Natal 2011 dan tahun baru 2012, di Jakarta. Setelah itu kami berdua masih sempat
bolak balik lagi pada bulan Maret, Bulan Mei dan terakhir Juli 2012 yang
kebetulan bertepatan dengan tugas saya sekaligus menghadiri wisuda anak bungsu
kami. Dalam kondisi yang lemah, tulang rusukku masih sempat jalan-jalan menyenangkan
hati ketiga anak2 kami disana. Tulang rusukku biasanya senang makan di restoran
gang kelinci Pasar Baru, mie goreng dan bakso adalah makanan kesenangannya. Tulang
rusukku termasuk salah seorang yang senang memberi. Siapa saja yang menolongnya
pasti saya atau anak saya yang paling tua disuruh memberi uang kepada orang
tersebut. Siapapun yang menerima dengan senang hati pemberian kami tidak
menjadi masalah, namun menjadi masalah bagi saya dan anak saya adalah disuruh memberi
kepada orang yang kami takut justru akan menyinggung perasaan mereka. Supaya
tidak mengecewakan tulang rusukku saya dan anak saya terpaksa nekad memberi dengan
terlebih dahulu memohon maaf kepada yang bersangkutan. Ada yang mau mengerti
dan mau menerima namun ada yang tetap kokoh tidak mau menerima. Untuk itu semua
kami ucapkan terima kasih. Sampai kepada suster yang menolongnya, dan teman
sekamar di rumah sakitpun tulang rusukku menyuruh kami memberi kepada mereka. Termasuk
tetangga kami satu2nya yang kebetulan teman kantor saya ibu Itje dan suaminya
pak Ongky Noiya. Luar biasa mereka berdua mau menerima perilaku tulang rusukku.
Dari sisi status ekonomi, mereka berada jauh di atas saya, namun dengan
sukacita dan tangan terbuka mereka mau menerima pemberian tulang rusukku berupa
makanan yang dimasak olehku , yang
menurutku tidak layak diberi kepada orang lain. Saya terpaksa harus
memasak karena pada saat-saat terakhirnya dia sudah tidak bisa melayani dirinya
sendiri. Terima kasih banyak ibu Itje dan pak Ongky, Tuhan jua kiranya
berkenaan membalas budi baik saudara berdua.
Pada awal bulan Agustus 2012,
bertepatan dengan hujan deras yang mengguyur kota Ambon sampai terjadi banjir, tulang
rusukku jatuh sakit. Kakinya yang sudah mulai membengkak menjadi tambah
bengkak. Jalannya semakin melemah dengan kondisi gula darah di atas 300 dan
tekanan darah antara 150/100 s/d 170/100, tulang rusukku tetap bersikap biasa. Pola
makannya tidak berubah. Yang sakit tulang rusukku, yang gelisah dan rewel
justru aku dan anakku yang tertua. Sampai pada pertengahan Agustus 2012 karena
kakinya yang bengkak semakin bengkak. Berdasarkan pemahamanku jika ada bengkak
di kaki aku menyuruh tulang rusukku merendamnya di air panas. Namun ternyata
setelah kaki bengkak itu direndam air panas, bukannya membaik malah menyebabkan
kaki melepuh terkena air panas. Ternyata baru diketahui berdasarkan penuturan
banyak orang yang kutemui penderita DM biasanya sudah agak kebal khususnya di
bagian kaki sehingga air yang panas sekalipun umumnya tidak dirasakan. Rupanya benar, karena
ternyata tumit dan bagian antara kaki dan tumit tulang rusukku melepuh.
Mengingat kakinya semakin membengkak dan kondisi fisiknya semakin lemah pula serta
melepuhnya semakin mengkhawatirkan, maka kami putuskan untuk membawa tulang
rusukku ke rumah sakit. Sesampai dirumah sakit para perawat mengelupas kulit
yang melepuh pada tumitnya sedangkan melepuh antara bagian kaki dan tumit dibiarkan begitu saja. Malamnya, bagian yang
melepuh antara tumit dan kaki sobek sendiri dan mengeluarkan cairan bening yang
sangat banyak. Keesokan harinya perawat kembali merawat luka tulang rusukku namun
yang dirawat hanya bagian tumit saja. Dari sisi tugas dan tanggung jawab
seorang perawat rumah sakit terhadap seorang pasien menurut hemat saya
kementrian kesehatan RI dan DPR RI perlu meninjau kembali,karena SOP
keperawatannya tidak jelas. Pasien hanya dilayani dengan pemberian obat-obatan,
sedangkan mandi, mengganti pakaian, kencing sampai buang air besar untuk pasien
yang tidak bisa melayani dirinya sendiri, harus dilakukan oleh keluarga pasien.
Dalam hati saya kalau saya punya uang banyak dan ada dokter yang berkenaan datang
kerumah lebih baik tulang rusukku tetap saja dirumah, dirawat oleh saya dan
anak saya sendiri, itu jauh lebih nyaman dan murah. Sayangnya dokter merasa
lebih aman kalau dirawat di rumah sakit, padahal saya tidak merasakan adanya perawatan
yang baik di rumah sakit. Perawat bahkan dokter di rumah sakit hanya mau
bertugas secara maksimal jika pasien mengalami krisis saja. Mohon maaf atas
kelancangan saya, tapi itulah yang saya alami dan rasakan.
Di rumah sakit dua hari saya
putuskan untuk pulang paksa, mengingat di satu sisi uang saya terbatas, disisi
lain biaya rumah sakit cukup mahal, ya mungkin karena ini rumah sakit swasta. Hanya
dua hari dirumah sakit saya harus membayar biaya rumah sakit sebesar 2 juta
rupiah lebih sedikit, belum termasuk beberapa jenis obat yang cukup mahal pula
yang harus saya beli. Lebih baik, keluar saja dan dilakukan rawat jalan. Fokus
kami adalah berusaha agar luka tulang rusukku tidak sampai parah yang berujung
pada amputasi. Seminggu setelah kami pulang paksa, tulang rusukku mengalami sesak
napas, dan merasa mual setiap kali mau menelan makanan. Anak saya yang
kebetulan datang ke Ambon karena liburan semester memaksa saya untuk merawat
kembali mamanya di rumah sakit. Kali ini kami memilih rumah sakit pemerintah,
karena saya PNS dan tulang rusukku juga memiliki kartu Askes, sehingga
diharapkan jauh lebih murah. Dalam hati saya, murah tapi pelayananya mungkin
lebih buruk dari rumah sakit swasta tadi. Ternyata jauh meleset dari apa yang
ada dalam hati saya. Pelayanan mereka justru sedikit lebih baik, namun
fasilitas kamar mandi kususnya toilet sama buruknya dan sama joroknya, padahal
itu di ruang VIP. Bedanya tarip di rumah sakit swasta hampir mendekati tarip
hotel berbintang 3 sedangkan rumah sakit pemerintah hanya setingkat hotel
melati. Di rumah sakit pemerintah karena ada kebijakan pemerintah daerah
Maluku, saya cukup membayar lebih kecil dari setengah tarip umum untuk ruangan
VIP. Sekitar sebelas hari Tulang Rusukku di RSU pemerintah, karena menggunakan
ruang VIP atau lebih dikenal dengan sebutan Paviliun, saya hanya membayar
sekitar 1,4 juta rupiah. Saya terpaksa membayar karena jatah kami yang
menggunakan kartu askes hanya ruang cendrawasih atau kelas I.
Kembali ke soal perkembangan
penyakit DM tulang rusukku, berdasarkan hasil laboratorium ternyata HB tulang
rusukku tidak mencukupi setengah dari HB normal. Diputuskan untuk transfusi darah.
Fungsi ginjal dan fungsi hati mengalami
ganggungan dan diduga itu penyebab kaki bengkak tulang rusukku tidak
turun-turun. Sampai dengan keluar dari RS, kaki bengkaknya
masih seperti biasa. Pulang ke rumah dengan berbagai jenis obat. Mulai dari
obat DM, obat anti biotik, obat melancarkan kencing untuk menurunkan kaki
bengkaknya. Tulang rusukku mulai sadar, makan mulai sedikit dibatasi, tapi nasi
kelapa dan nagasari kesukaannya masih tetap saja dilahap, bahkan ice creampun
masih nekad dimakan. Akhirnya bukan kaki saja yang bengkak, badanpun ikut
bengkak sehingga berdiri dari kursinyapun harus dibantu.
Tanggal 16 Desember, tulang
rusukku kembali dilarikan ke RS karena mengalami sesak napas. Setelah direkam
jantungnya, ternyata jantungnya mengalami gangguan dan tidak berfungsi secara
normal sehingga ada cairan yang nyasar masuk ke paru2nya, kata dokter ahli
jantung. Kateter dipasang untuk melancarkan kencingnya. Hasilnya badan yang
bengkak telah mengalami penurunan, tapi daerah paha bagian belakang masih tetap
saja bengkak. Kata dokter, ini akibat cairan yang sudah mulai mengental
sehingga butuh waktu yang cukup lama untuk menurunkannya. Karena ketiga anak
kami ingin merayakan Natal dan kebetulan pada tanggal 22 Desember, ulang tahun
perkawinan kami yang ke_30 tahun. Saya mohon ijin agar tulang rusukku kembali
kerumah untuk menikmati kebersamaan dengan anak-anak kami. Kembali saya harus
menandatangani surat pulang paksa dari rumah sakit.
Beberapa kali keluar rumah sakit
juga tenaga yang betul betul tercurah dan waktu tidur yang sangat kurang hanya
utk slalu bisa memanfaatkan setiap waktu melayani tulang rusukku yang begitu
sangat kucintai walau dengan berbagai keterbatasan. Terus terang saya juga mrasa takut jika saya
duluan yang dipanggil pulang sementaar tulang rusukku dalam kondisi tidak
berdaya dan tidak mampu untuk melayani dirinya sendiri. Tanggal 12 Januari
2013, kembali tulang rusukku harus dilarikan lagi ke RS karena mengalami sesak
napas. Hasil laboratorium menurut dokter fungsi ginjal tulang rusukku sudah
sangat tinggi dan mengarah ke tindakan cuci darah, tapi masih tetap diupayakan
untuk tidak sampai terjadi cuci darah. Jumat siang sekitar jam 15 wit. tiba-tiba
ucapan tulang rusukku sudah tidak bisa lagi dimengerti oleh saya dan anak saya
serta para suster, padahal beberapa saat lalu saya masih sempat bercanda
dengannya. Ketika tekanan darahnya diukur,
ternyata berada pada posisi 180/60. Tanpa menunggu hasil konsultasi
suster dengan dokter, saya langsung menaruh nifidifine 10 mg dibawah lidahnya
kemudian diminta utk berbaring. Beberapa
waktu kemudian, tekanan darah diukur kembali, posisinya berada pada posisi 150/80,
kaki yang bengkak dan keras mulai kelihatan turun dan melembek. Pikir saya
tulang rusukku akan sembuh. Ternyata sebaliknya kondisinya semakin melemah, dia
ingin bicara tetapi sudah tidak kuat lagi membuka mulutnya. Saatnya makan malam
tepat jam 6 sore kami hendak membangunkan tulang rusukku utk makan namun tidak
lagi ada respon. Kami mencoba memanggil perawat yang ada, perawat pun seolah
tau kondisi yang sebenarnya dialami Tulang rusukku namun berusaha memberikan
pelayanan seperti seharusnya dilakukan terhadap pasien. Dengan napasnya yang
semakin sesak para suster melengkapi Tulang rusukku dengan pendeteksi
penyerapan oksigen ke jantung untuk mengukur kadar oksigen yang diterima.Saat
hendak memberi infus suster kesulitan, karna urat vena tulang rusukku begitu
sulit ditemukan. Kami dan para hamba Tuhan berdoa mati-matian, berharap ada
mujizat Tuhan, tapi sampai dengan jam 9 malam kondisi tulang rusukku tidak
mengalami perubahan kearah yang membaik. Malah ia terlihat lemah dan terlilit
dengan berbagai alat medis baik infus maupun oksigen juga alat pendeteksi
penyerapan oksigen ke jantung. Semua alat vitalnya berfungsi baik namun tulang
rusukku masih tetap belum sadarkan diri alias koma. Langsung kusuruh anakku
yang paling tua menelepon adik2nya agar mereka bisa segera terbang dari Jakarta
dengan pesawat dinihari agar bisa tiba di Ambon pada Sabtu pagi. Syukurlah, mereka bisa terbang saat itu walau
dengan kondisi Jakarta yang memang hujan deras dan banjir dimana mana, semua
tentu tidak lepas dari penyertaan Tuhan. Jam 07. 40 WIT saya mencoba menghubungi
anak anak kami untuk memastikan bahwa mereka telah tiba di Ambon dengan selamat.
Setelah mendengar kabar bahwa ketiga anakku sudah tiba, seolah tulang rusukku
memang hanya menunggu kabar tersebut perlahan napas sesak tulang rusukku
menjadi semakin lemah. Tepat jam 8 pagi tulang rusukku menghembuskan nafasnya yang terakhir dan yang
juga bertepatan dengan habisnya oksigen yang dipasang. Tak bisa dibayangkan
betapa hancurnya hati kami, namun semua merupakan rencana Tuhan yang tak dapat
dielakkan. Rohnya telah kembali kepada Sang Khalik meninggalkan tubuhnya yang
menderita, sekarang saatnya saya dan anak ankku merasakan kehilangan yang amat
sangat. Tulang rusukku telah tiada, tidak ada lagi sapaan mesra Paul. Sampai
nanti kita berjumpa di dunia seberang, ya Asyeku sayang.
Maksud dibuatnya tulisan ini adalah:
1. Bagi para penderita penyakit DM mestinya harus
berdiet dengan mengatur pola makan secara ketat mengikuti petunjuk dokter. Jangan menganggap sepele
penyakit DM apalagi jika DM itu
sendiri dirasakan tidak mempengaruhi
aktifitas secara fisik. Penyakit ini secara lambat namun pasti merusak organ
tubuh vital seperti ginjal dan jantung.
2. SOP keperawatan yang dilakukan RS baik milik swasta
maupun pemerintah saat ini agar ditinjau kembali dan diperjelas oleh kementrian kesehatan bersama
DPR RI, sehingga pasien merasa nyaman.
Sedangkan tujuanya adalah agar :
1. Penderita DM tidak sampai mengalami hal yang
sama yang telah dialami oleh tulang rusukku.
2. Adanya
perbaikan pola pelayanan perawatan pasien oleh RS swasta maupun pemerintah.
3 komentar:
Siang om Samuel, saya yohanes, Turut berduka cita atas kepergian almarhum (Ny. Asye Sahertian)semoga mendapat tempat terbaik disisi Tuhan Yesus Kristus, dan keluarga yang ditinggalkan diberikan diberikan ketabahan. Terima kasih untuk sharingnya.
Ibu saya (Alm) juga penderita DM, dia meninggalkan kami per tanggal 30 Juni 2012 pada usia 62 tahun. Salah satu penyebab kematian beliau karena kami, dari keluarga, terutama saya, karena saya masih tinggal 1 atap dengan beliau, kurang tanggap mengatasi penyakit beliau. Yang kami lakukan hanya menjaga pola makannya, dan menasehati beliau agar banyak istirahat. Saya baru mengetahui pada saat beliau telah tiada, bahwa penyakit ini bisa mengganggu kinerja organ lain seperti jantung dan ginjal seperti yang om tulis diatas. Pada tanggal 30 Juni 2012, jam 8 malam beliau berteriak minta tolong sambil keluar dari kamarnya mengeluh karena sesak nafas. saat itu hanya ada saya (anak terakhir, nomor 8) dan kakak saya (anak kedua). Saya langsung berlari dan memapah beliau, tapi karena rasa takut akan kehilangan seorang ibu, kaki saya menjadi gemetar sehingga tidak kuat memapahnya. Hal ini membuat beliau lama sampai ke rumah sakit. Sesampainya di RS, (RS Swasta di daerah Manggarai, Jakarta) beliau sudah kehilangan kesadaran, dengan napas yang masih sesak.
Bila tadi diatas om menyebutkan "Perawat bahkan dokter di rumah sakit hanya mau bekerja secara maksimal jika pasien mengalami krisis saja. Mohon maaf atas kelancangan saya, tapi itulah yang saya alami dan rasakan." saya tidak mengalami demikian. ketika ibu saya dalam kondisi seperti diatas, hanya ada 3 perawat yang mengelilingi ibu saya sambil memasang alat2 bantu. sementara sang dokter jaga masih duduk di meja mengisi kertas2 (saya kurang paham dokumen apa yg dipegang), dan baru ketika jantung nya mulai melemah (10-15 menit kemudian) ibu dokter tersebut menghampiri ibu saya memberikan pertolongan. ternyata ibu saya sudah tidak dapat tertolong dan dokter menyebutkan penyebab kematian adalah jantung.
Saya sadar bahwa saya punya kesalahan besar, karena telat mengantar ibu saya. Tetapi saya juga tidak terima dengan sikap ibu dokter yang tidak sigap menanggapi kondisi darurat ini.
Pertanyaan saya om, apakah kondisi ini normal bahwa dokter menunggu asistennya (perawat) memasang alat bantu, baru dia menangani kondisi kritis ini? karena menurut saya kondisi kritis seperti ini harus langsung ditangani oleh dokter.
Pertama-tama sayapun ingin menyampaikan turut belasungkawa untuk saudara dan keluarga atas meninggalnya ibu saudara. Menurut saya sudah waktunya pola pelayanan rumah sakit saat ini mesti segera ditinjau kembali oleh para pihak terkait yang punya kewenangan dan tanggung jawab dibidang kesehatan masyarakat supaya masyarakat tidak menjadi korban. Kiranya saudara dan kel berkenaan mengampuni ulah dokter yang layani ibu saudara karena dia merupakan salah satu korban sistem pelayanan kesehatan di Negara tercinta ini. Dokter itu telah kehilangan identitasnya sehingga nekad melanggar sumpahnya sebagai seorang dokter, dan melanggar pula etika kedokteran. Kasian, karena dosa besar ini sudah dianggap biasa saudara. Kira2 itu yang bisa saya tanggapi, kurang lebihnya, saya mohon maaf. Terima kasih
terima kasih om samuel...
Posting Komentar