Beberapa waktu lalu, Bapak Wali
Kota Ambon telah mencanangkan kota Ambon sebagai kota Musik. Menurut hemat saya
hal ini tidaklah berkelebihan, karena orang Ambon yang sebenarnya orang Maluku
mempunyai beberapa nilai lebih di bidang music khususnya seni suara. Nilai
lebih yang saya lihat disini antara lain orang Ambon biasanya dianggap pandai bernyanyi dan mempuyai suara yang merdu sekalipun ada satu
dua orang termasuk saya bicara saja false, apalagi bernyanyi.
Selain nilai lebih ada juga
beberapa nilai kurang seperti :
-
Kurang menghargai para penyanyi sesama orang
Ambon khususnya yang berdiam dikota Ambon. Contoh nyata, begitu banyak penyanyi Lokal yang pandai
menyanyi dan bersuara merdu hanya laku dijual
pada moment-moment tertentu seperti acara perkawinan. Hal yang demikian
justru diperparah lagi dengan ulah Pemerintah Daerah sendiri dimana ketika
acara keramaian tertentu, yang merupakan hayat Pemerintah Daerah, para penyayi
ibukota RI yang didatangkan dan memperoleh porsi yang besar untuk menghibur
masyarakat kota Ambon. Penyanyi lokal memang juga dipakai namun lebih bersifat pelengkap penderita. Padahal dari sisi
tehnik menyanyi maupun penampilan para penyanyi lokalpun mempunyai nilai lebih
yang tidak kalah daripada artis ibukota.
-
Hal di atas bisa berdampak buruk bagi para remaja yakni
menumbuhkan sifat meniru guna meraih popularitas karbitan daripada mengembangkan ciri khas tersendiri guna pengembangan bakat
khususnya dalam dunia seni suara.
-
Event-event perlombaan yang yang bersifat
pembinaan bakat yang dilakukan hampir secara rutin pada era tahun 70 an dan 80
an telah diganti dengan event-event yang berskala nasional namun lebih bersifat
komersialisasi dan ekonomis yang hasilnya hanya dirasakan oleh kalangan tertentu
alias the have, the poor berbakat Cuma bisa ikut-ikutan mengagumi,
bahkan menjadi korban karena memaksa diri menguras kantong untuk bisa meraih
prestise belaka.
Pencanangan kota Ambon sebagai
kota musik mestinya mempunyai rencana jangka panjang yang bermuara pada
peciptaan musik sebagai salah satu
lapangan pekerjaan yang bisa diandalkan, bukan sekedar biking rame pesta e. Untuk
menuju kearah ini tidak serta merta lalu dengan gampang muncul pemikiran untuk
mendirikan sekolah musik di kota Ambon, karena selain membutuhkan nilai
investasi yang tidak kecil juga dihadapkan pada resiko kerugian yang akan
dialami investor. Mendirikan sekolah musik harus mempertimbangkan sifat-sifat
yang kurang terpuji saat ini yang dimiliki orang Ambon seperti tahu sedikit tapi
anggap diri sudah paling tahu sehingga enggan untuk belajar dari orang yang
tahu tapi masih terus mau belajar. Ose tu sapa? Beta lebe tau o, la mau pi
blajar dar ose yang kao2 tu. Sorry saja e.
Saya yakin di kota Ambon Manise e
ini ada orang-orang tertentu yang mungkin tidak sampai sejajar dengan almarhum
Pranajaya yang mendirikan Bina Musik di Jakarta, pasti sanggup pula untuk
melakukan hal yang sama dikota Ambon ini. Tentu saja mesti mendapat sokongan
baik secara moril maupun material dari pihak Pemda sehingga pembinaan bakat
bisa mulai dilakukan. Selain pembinaan bakat, secara berangsur-angsur dapat
merubah mind set bahwa dunia seni suara tidak saja berkembang karena bakat
tetapi juga mesti disentuh oleh dunia pendidikan, khusunya seni suara dan musick
pada umumnya, sehingga tidak enggan untuk mau belajar guna mengembangkan diri.
Saya pun melihat peluang untuk
menjadikan musik sebagai salah satu lapangan pekerjaan yang potensial karena
orang Ambon suka musik dan mempuyai sifat konsumerisme yang cukup tinggi. Meski
tidak mempunyai banyak uang tapi nekad membeli alat-alat musik/elektronik yang
mahal. Masalahnya adalah bagaimana
merubah mind set untuk menghargai penyanyi lokal yang potensial yang tidak
kalah dengan penyanyi ibukota, sehingga pasar bagi penyayi lokalpun terbuka di
kota Ambon.
Munculnya penyanyi asal Maluku
sekaliber Bob Tutupoly, dan Broery Pesolima Marantika yang berkembang dan terkenal pada era mereka
memang tidak bertumpu pada dunia
pendidikan seni suara tetapi lebih bertumpu pada bakat yang terus dikembangkan
secara otodidak jangan dijadikan patokan untuk meraih sukses. Mereka berdua
itu harus dilihat sebagai suatu kekecualian sehingga tidak bisa
dijadikan patokan yang berlaku umum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar